Mahasiswa Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI) Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga (29 April 2017), melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dengan mengunjungi komunitas Sedulur Sikep (Samin) di Desa Larik Rejo Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus. Berbeda dengan masyarakat Samin di Blora, masyarakat Samin (yang lebih suka menyebut komunitasnya sebagai Sedulur Sikep) merupakan komunitas minoritas di tengah-tengah Masyarakat Muslim di Undaan Kudus. Menurut Bapak Budi Santosa, sesepuh Sedulur Sikep, jumlah komunitas Samin seluruhnya hanya berjumlah 34 orang dari 500-an lebih warga Desa Larik Rejo.
[URIS id=647]
Masyarakat Samin pada umumnya digambarkan sebagai salah satu suku etnis di Jawa Tengah yang anti pendidikan, anti moderenitas, dan anti politik. Pandangan hidup semacam itulah yang menjadi alasan mengapa masyarakat Samin menjadi salah satu suku etnik yang “unik” khususnya dalam konteks masyarakat modern. Keunikan tersebut tentunya menjadi alasan ketertarikan umum, termasuk Mahasiswa SPI IAIN Salatiga, untuk mengkaji dan bersentuhan langsung dengan masyarakat Samin. Bagaimana mereka bertahan di tengah-tengah gempuran globalisasi dan moderenisasi yang mengepung mereka dari berbagai sektor?
Rombongan KKL yang berjumlah kurang lebih 25 orang berangkat dari Salatiga pada Jam 06:15 WIB menuju Kudus. Sesampainya di Bawen, perjalanan kami sempat terhenti selama 1 jam lebih. Mini Bus yang kami tumpangi mengalami Kebocoran Ban. Akibat peristiwa tersebut, “pesimisme” memang sempat menggerogoti semangat peserta rombongan. “Padahal, jam 08:00 WIB kita harus sudah sapai TKP,” ungkap salah satu peserta rombongan dengan wajah agak masam.
Setelah melalui berbagai kendala, ban bocor hingga kemacetan, akhirnya rombongan tiba di tempat tujuan kurang lebih pada jam 11:00 WIB. Masyarakat Samin menyambut rombongan dengan jabatan dan senyum kebahagiaan. Selain kunjungan dari IAIN Salatiga, saat itu masyarakat Samin juga sedang melayani kunjungan dari mahasiswa STAIN Kudus dan UII Yogyakarta.
Yang paling mengejutkan, ternyata saat itu Masyarakat Samin sedang kedapatan tamu dari Pemerintahan Kabupaten Kudus, tepatnya 4 orang utusan Komisi Pemilihan Umum Daerah. Kunjungan KPUD Kab. Kudus tersebut dalam rangka sosialisasi Pemilihan Bupati Kudus yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat. Tentunya, hal tersebut mematahkan anggapan kami sebelumnya yang mengklaim masyarakat samin sebagai komunitas yang anti politik. Bahkan, Kepala Desa Larik Rejo dalam sambutannya menyatakan bahwa Masayarakat Samin merupakan peserta aktif dalam seluruh kegiatan politik yang di laksanakan di Kudus, baik sebagai peserta dan bahkan ada pula yang terlibat dalam kepanitiaan.
Hal demikian cukup menegaskan bahwa Masyarakat Samin bukan masyarakat terbelakang yang jauh dari politik, pendidikan, dan globalisasi. Seperti masyarakat Indonesia pada umumnya, masyarakat Samin—khususnya pemuda—telah sedemikian akrab pula dengan smartphone. Di sela-sela acara, sempat kami lihat beberapa pemuda Samin sudah sedemikian mahir berselancar di dunia maya dengan smartphone di genggaman mereka.
Meski demikian, kaum Samin tetaplah kaum Samin yang selalu dianggap berbeda. Bahkan, menurut pengakuan Bapak Budi Santoso, komunitasnya harus melalui perjuangan panjang untuk mendapatkan “keadilan.” Meski sudah memiliki KTP, kenyataannya mereka belum bisa mengakses fasilitas-fasilitas negara secara penuh hanya karena status Agama mereka yang belum diakui oleh Negara.
Menurut salah satu pemuda Samin (30) yang tidak mau disebutkan namanya, dirinya sempat beberapa kali ditolak oleh beberapa perusahaan hanya karena status Agama. Bahkan, status Agama juga menjadi kendala utama mereka dalam mendapatkan pengakuan administratif bagi keturunan mereka, terutama Kartu Keluarga (KK), Akte Kelahiran, Surat Nikah dan lain sebagainya.
Meski demikian, kondisi tersebut tidak sedikitpun menyurutkan semangat masyarakat Samin untuk memperjuangkan keadilan. Dalam upaya tersebut, Masyarakat Samin sering kali melakukan konsolidasi dengan berbagai pihak, baik dari pihak Pemerintah, LSM, dan lain sebagainya, untuk bersama-sama memperjuangkan keadilan. Dengan uapaya-upaya tersebut serta mengalirnya dukungan-dukungan dari pihak luar, kini masyarakat Samin Kudus semakin optimis akan masa depan mereka. Meski mereka tahu bahwa perjuangan yang harus mereka jalani tidaklah mudah. Mereka hanya membutuhkan kesabaran dan konsistensi dalam garis perjuangan. (Ahmad Faidi)