Fakultas Ushuludin, Adab dan Humaniora, Khususnya prodi Bahasa dan Sastra Arab IAIN Salatiga patut bersyukur, karena dalam tahun 2017 ini berhasil menambah Doktor baru yaitu Dr. H. Mubasirun setelah berhasil mempertahankan disertasinnya di hadapan tim penguji UIN Sunan Kalijajada Yogyakarta pada tanggal 10 Agustus lalu.
Dr H Mubasirun dalam disertasinya menyatakan bahwa berbagai persoalan bangsa masih terus terjadi di Republik ini, di antaranya persoalan disintegrasi yang tentu saja akan menjadi ancaman yang serius bagi keberlangsungan NKRI.Ironisnya ancaman itu justru dating dari bagian umat Islam itu sendiri yang berkeinginan mendirikan Negara khilafah. Kitab tafsir Indonesia yang menjadi rujukan umat dalam memahami dan menyelesaikan persoalan-persoalan keagamaan adalah tafsīr an-Nūr, al-Azhār dan al-Mishbāh yang masing-masing ditulis oleh Hasbi ash-Shiddieqy, Hamka dan M. Quraish Shihab. Ketigannya pernah berkecimpung di dunia akademik, pemerintahan dan politik. Namun mereka memiliki pengalaman dan sikap yang berbeda-beda terhadap pemerintahan di zamannya masing-masing. Di sinilah letak daya tarik ketiga tafsir tersebut untuk dikaji, sehingga penulis melakukan kajian ini dengan judul “KHALIFAH DALAM TAFSIR INDONESIA (Studi terhadap Tafsīr an-Nūr, Tafsīr al-Azhār, dan Tafsīr al-Mishbāh)” dengan fokus kajian penafsiran ayat-ayat khalifah. Sebagai tujuan dari kajian ini adalah untuk menemukan konsep pemahaman makna khalifah, khususnya dalam konteks kekuasaan politik. Di samping itu juga untuk menemukan faktor-faktor yang melatar-belakangi munculnya gagasan Hasbi, Hamka dan Quraish Shihab tentang makna khalifah yang ternarasikan dalam Tafsīr an-Nūr, Tafsīr al-Azhār, dan Tafsīr al-Mishbāh).
Dalam disertasinya, Mubasirun menyatakan bahwa makna khalifah dalam konteks kekuasaan, setiap pemimpin yang menguasai suatu wilayah tertentu adalah khalifah yang bertugas untuk membumikan hukum Allah, menciptakan keharmonisan masyarakat, membuat baik hubungannya dengan Allah, memelihara akal, budi dan budaya. Dengan demikian Khalifah bukanlah dimaksudkan sebagai pemimpin keseluruhan umat Islam dalam Negara Khilafah. Hasbi, Hamka, dan Quraish Shihab merupakan tokoh intelektual yang religiaus-substansialis ( RELITANSIALISME ) yang tidak mengedepankan simbol-simbol agama ( Islam ) dalam praktik-praktik kekuasaan.