FUADAH– Awal tahun ini menjadi berkah tersendiri bagi Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga. Pasalnya, pertengahan bulan Januari lalu Fuadah mendapatkan satu Doktor di bidang Linguistik Arab dengan dilaksanakannya Sidang Terbuka oleh Muhammad Hanif, M.Hum., pada tanggal 18 Januari 2022 di UIN Walisongo Semarang. Dalam sidang doktoralnya, beliau yang akrab disapa dengan Gus Hanif ini, mengusung disertasi yang berjudul “Fungsi Sosial Perempuan dalam Islam; Analisis Sosiolinguistik Kata Imra’ah dan Nisa’ dalam Al-Qur’an.
Dalam sidang yang berlangsung kurang lebih 2 jam itu, Gus Hanif mengemukakan bahwa Al-Qur’an dalam ayat-ayatnya menjadikan perempuan sosok ideal dalam pembangunan peradaban. “Tidak akan ada peradaban di dunia ini jika tidak ada perempuan.” Beliau menyatakan bahwa ada lima aspek penting yang berkaitan dengan perempuan dalam Al-Qur’an, yaitu aspek hukum, moralitas, adat istiadat, ritual ibadah, dan bersuci. “Nah kelima aspek inti ini bisa dirangkum bahwa sosok perempuan ideal adalah sosok yang religius sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai di dalam Al-Qur’an,” imbuhnya. Selain itu, dalam disertasinya tersebut, Gus Hanif juga menyajikan tawaran solusi agar perempuan terhindar atau dapat melawan kekerasan yang menimpanya “Terkait dengan kekerasan seksual terhadap perempuan yang kerap terjadi, saya harap penelitian disertasi ini menjadi patokan bagi kita bagaimana memperlakukan dan memposisikan perempuan baik sebagai subjek maupun objek. Karena ini harus seimbang tidak kemudian satu dikalahkan dan satu dimenangkan,”
Menyusul pencapaian tersebut, pada awal bulan Februari ini 3 Dosen Homebase Fuadah sekaligus mendapatkan jenjang tertinggi akademik dengan gelar Professor. Ketiga dosen ini adalah Dekan Fuadah Prof. Dr. Benny Ridwan, M.Hum sebagai guru besar bidang Ilmu Sosiologi Islam, Prof. Dr. Adang Kuswaya, M.Ag. sebagai guru besar bidang Ilmu Tafsir dan Prof. Kastolani, M.Ag., Ph.D. sebagai guru besar bidang Ilmu Sejarah dan Pemikiran Islam. Pengukuhan ini berlangsung pada Rabu, 2 Februari 2022 di Gedung Auditorium dan Student Center Kampus III. Hadir dalam acara ini, keluarga besar IAIN Salatiga, Ketua FORKOPIMDA Salatiga, perwakilan PTKIN di Jawa Tengah, Kepala DPRD Kabupaten Ciamis dan segenap keluarga para Guru Besar serta tamu undangan lainnya.
Pada sambutannya, Rektor IAIN Salatiga Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag memberikan apresiasi kepada para guru besar yang dikukuhkan. Beliau mengatakan bahwa pengukuhan ini mengulangi sejarah masa lalu di mana ada 3 pengukuhan professor sekaligus ketika IAIN masih berstatus sebagai STAIN. Lebih lanjut, beliau mengatakan bahwa IAIN Salatiga terus mendorong produktivitas sivitas akademika terutama para dosen dalam menulis karya ilmiah, “Kami sediakan insentif untuk para dosen yang berkarya dalam penulisan karya ilmiah.” Dalam penutupannya, beliau optimis dengan bertambahnya ketiga professor ini masa depan IAIN Salatiga lebih cerah dan lebih siap untuk segera bertransformasi menjadi UIN.
Prof. Dr. Adang Kuswaya dalam orasi ilmiahnya yang berjudul Konstestasi Muslim Salatiga dalam Kontruksi Budaya Damai; Aplikasi Pendekatan Hermeneutika Sosio-Tematik atas Konsep Hidup Damai dalam Al-Qur’an menyatakan bahwa perdamaian akan tercipta apabila hubungan antar umat manusia dipenuhi oleh rasa kasih sayang, saling hormat dan mengedepankan persaudaraaan. Konsep damai dalam Al-Quran bukan hal yng pasif dan konstan, tetapi aktif dan dinamis. Kegiatan menafsirkan AL-Qur’an harus mampu menampilkan makna yang lebih kontekstual dan memberikan nuansa pembacaan Al-Qur’an yang lebih hidup dan dekat dengan masyarakat.
Selanjutnya, Prof. Kastolani pada kesempatan tersebut menyampaikan orasi ilmiah berjudul Menyoal Nalar Islam Memperbaiki Cara Kita Beragama. Beliau mengkritisi model pendidikan dan pengajaran agama Islam yang tidak memberikan ruang tumbuh kembangnya pemikiran kritis, inovatif dan kreatif, hanya berupa doktrinal dengan pendekatan halal haram. Lebih lanjut, beliau memberikan solusi atas keredupan nalar Islam ini dengan kembali belajar dari sejarah di mana Islam justru mereformasi tatanan sosial secara komprehensif yang dilandaskan pada model spiritual baru. “Islam hadir untuk merekonstruksi dan merestorasi ke arah pola pikir dan laku yang berperadaban.” terangnya.
Orasi ilmiah terakhir disampaikan oleh Dekan Fuadah, Prof. Dr. Benny Ridwan yang menjelaskan mengenai Role Model Deradikalisasi Kehidupan Beragama di Indonesia. Dalam orasi ilmiahnya. Prof. Benny memandang proses deradikalisasi sebagai proses yang rumit dan tidak mudah, “Radikalisme bukan hanya soal kesalahan ideologi agama, radikalisme menggambarkan fenomena sosial masyarakat yang begitu kompleks.” Beliau menjelaskan bahwa karena kompleksitas ini lah penanganannya tidak cukup dibebankan pada tataran pusat, tetapi semua lini masyarakat termasuk aparat keamanan dengan penegakan hukumnya, para hakim dengan keadilannya, akademisi dengan keilmuannya, pendidik, pembuat kebijakan (policy maker), ekonom, elit politik hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau lembaga-lembaga yang dibangun dengan semangat demokrasi lainnya. “Deradikalisasi ini juga sudah dijalankan oleh segenap dosen Fuadah dalam setiap kegiatan, baik perkuliahan maupun seminar-seminar dan kerja sama yang diadakan” tuturnya menutup orasi ilmiah
Dengan bertambahnya 1 doktor dan 3 Professor ini, layak kiranya ungkapan Fuadah bak ketiban duren yang tentu akan lebih menguatkan citra Fuadah dalam dunia akademik di mata masyarakat dan semoga jenjang karir yang lebih tinggi ini bisa menambah kebermanfaatan bagi semua kalangan. [Red.]