Diskusi Ngaji Gus Dur Special Batch 17, Bulan Sabit di Kaki Merbabu: Membangun Perdamaian Lewat Tur Sejarah Kota

Salatiga — Gus Dur Corner Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Humaniora (FUADAH) UIN Salatiga kembali menggelar kegiatan diskusi rutin “Ngaji Gus Dur Special Batch 17” dengan tema besar “Bulan Sabit di Kaki Merbabu” pada Rabu, 14 Mei 2025. Acara ini berlangsung di Ruang Diskusi FUADAH UIN Salatiga dan menghadirkan pemateri dari berbagai latar belakang yang kompeten di bidang sejarah, budaya, dan toleransi.

Diskusi kali ini mengangkat subtema “Salatiga Kota Toleran: Model Pembangunan Perdamaian Lewat Tur Sejarah Kota” dengan menghadirkan tiga narasumber utama, yakni Abel Jatayu dari Komunitas Telusur Kota, Galuh Ambarsari, serta Jessy Ismoyo, dosen Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Ketiganya berbagi pandangan mengenai pentingnya pemaknaan ulang sejarah kota dalam membangun narasi kebersamaan dan perdamaian di tengah keberagaman.

Menurut Abel Jatayu, sejarah kota seperti Salatiga yang sarat dengan nilai-nilai keberagaman dan akulturasi budaya dapat menjadi pintu masuk untuk merawat toleransi dan mencegah konflik identitas. Melalui kegiatan tur sejarah yang digagas oleh komunitasnya, peserta diajak memahami ulang ruang-ruang kota sebagai bagian dari warisan bersama.

Galuh Ambarsari menambahkan bahwa tur sejarah bukan hanya mengenalkan lokasi-lokasi bersejarah, tetapi juga membuka ruang refleksi tentang bagaimana nilai-nilai toleransi telah tumbuh dan hidup di masyarakat Salatiga sejak lama. “Otoritas sejarah tidak hanya hidup di ruang akademik dan pendidikan tinggi, tetapi sudah sejak lama hidup di tengah-tengah masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, Jessy Ismoyo menekankan pentingnya kolaborasi antar perguruan tinggi dan komunitas dalam memelihara harmoni sosial. Ia mengapresiasi diskusi ini sebagai bentuk nyata dialog antar iman dan antar budaya yang perlu terus dikembangkan.

Kegiatan ini dihadiri oleh mahasiswa dan akademisi dari Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), dosen dan mahasiswa UIN Salatiga, serta komunitas dan masyarakat dari kawasan Tingkir. Diskusi berlangsung hangat dan interaktif, menunjukkan antusiasme peserta dalam memperkuat nilai-nilai perdamaian berbasis kearifan lokal.

Ngaji Gus Dur Special Batch 17 kembali menegaskan peran penting diskusi lintas identitas sebagai sarana membangun jembatan dialog dan menciptakan ruang-ruang damai di tengah masyarakat yang plural.